Selasa, 19 April 2022


 Makanan Halal dari Sumbernya

Produk yang dibuat dari bahan-bahan berikut adalah termasuk makanan halal, kecuali mengandung atau bersentuhan dengan zat haram:

1. Semua tanaman dan produknya

2. Daging, unggas, burung buruan, dan hewan bersertifikat.

3. Semua makhluk air, ikan, krustasea, dan moluska.

4. Telur hanya dari burung yang bisa diterima.

5. Rennet dari anak sapi bersertifikat Halal yang disembelih.

6. Rennet non-hewan (NAR, kultur).

7. Gelatin yang diproduksi dari kulit dan tulang sapi halal bersertifikat.

8. Bahan-bahan hewani bersertifikat halal.

Makanan Halal dari Penyembelihannya

Kondisi yang diperlukan untuk penyembelihan hewan dan burung halal adalah:

1. Rumah pemotongan hewan atau pabrik harus di bawah pengawasan ketat dan konstan dari organisasi keagamaan.

2. Tempat, mesin dan peralatan harus digolongkan menurut Syariah Islam (hukum) sebelum produksi terjadi.

3. Penyembelih haruslah seorang Muslim yang dewasa dan saleh. Memiliki akal sehat yang memahami sepenuhnya dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyembelihan halal dan disetujui oleh otoritas agama.

4. Hanya hewan dan burung hidup yang dapat diterima yang dapat disembelih.

5. Pembantaian harus dilakukan secara manual menggunakan pisau baja.

6. Fasilitas harus tersedia untuk membilas pisau setelah setiap pembunuhan.

7. Penjagal harus memutuskan saluran pernapasan, kerongkongan, dan vena jugularis.

8. Hewan itu harus benar-benar mati sebelum menguliti dilakukan.

Ada beberapa dalil yang membahas tentang makanan halal sebagai pedoman umat Muslim. Berikut beberapa dalil yang membahas tentang makanan dan minuman halal:

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 88, Allah SWT yang artinya:

Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 88)

Selain itu dalam surat Al- Baqarah ayat 168 Allah SWT berifirman, yang artinya:  

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168).

Dari dua ayat tersebut, makanan halal yang boleh dimakan umat Islam adalah yang memenuhi dua syarat, yaitu halal, yang artinya diperbolehkan untuk dimakan dan tidak dilarang oleh hukum syara’, dan baik/Thayyib yang artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.

Halal dari Proses Pengolahannya

Makanan halal harus diperoleh dengan cara yang halal pula. Cara atau proses pengolahannya juga harus benar. Hewan, seperti kambing, ayam, sapi, jika disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum Islam maka dagingnya menjadi haram.

Berikut dalil tentang makanan halal dan haram:

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 173)

Halal Zatnya

Hal ini berarti makanan halal harus terbuat dari bahan yang halal pula, tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan menurut syariat. Contohnya seperti nasi, susu telur, dan lain-lain.

Halal dari Cara Mendapatkannya

Selain itu, makanan halal harus didapatkan dengan cara yang halal pula. Sesuatu yang halal tetapi cara medapatkannya tidak sesuai dengan hukum agama akan menjadi haram.

Jadi walaupun mengonsumsi makanan dari segi zat adalah halal, tetapi mendapatkannya dengan cara mencuri, menipu, dan lain-lain, maka hal tersebut menjadi haram.

Tidak Diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya

Makanan dan minuman halal merupakan semua makanan dan minuman yang tidak diharamkan oleh Allah dan rasul-nya. Artinya semua makanan dan minuman boleh dikonsumsi dan halal sampai ada dalil yang menyatakannya haram.

Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 29:

Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29)

Selain itu, dalam sebuah hadis juga membahas tentang makanan dan minuman halal yang artinya:

"Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu termasuk yang dimaafkan.” (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).

Ikan dan Belalang

Makanan dan minuman halal berikutnya adalah ikan dan belalang. Bahkan bangkai belalang pun boleh dimakan walaupun tanpa disembelih,

Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:

“Dihalalkan kepada kita dua bangkai, yaitu ikan dan belalang”. (HR. Ibnu Majah)

Makanan yang Tidak Memberi Mudharat

Semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.

Seperti yang tertuang dalam Surat Al-Baqarah ayat 195 ini, yang artinya:

 “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)

 Sumber:

https://hot.liputan6.com/read/4499970/makanan-halal-menurut-islam-pahami-dari-al-quran-dan-hadits

Jumat, 08 April 2022


Cara Sederhana Nabi Muhammad SAW saat Sahur dan Berbuka Puasa

Nabi Muhammad SAW hidup dalam kesederhanaan. Hal tersebut terlihat dari menu buka puasa dan sahurnya yang jauh dari kata mewah.

Nabi Muhammad SAW merupakan teladan yang baik bagi umat manusia. Beliau adalah pemimpin bagi umat Muslim yang sangat disayangi oleh Allah SWT. Sosok Nabi Muhammad SAW dikenal sangat sederhana.

Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW terlihat pada menu makanan yang ia santap sehari-hari. Termasuk juga untuk menu buka puasa dan menu sahur. Bahkan makanan yang disantap jauh dari kata mewah.

Diceritakan dalam Hadist Bukhori dan Muslim, dikisahkan saat puasa menu sahur dan berbuka Rasulullah SAW hanya itu-itu saja atau cenderung tidak pernah berubah. Jika pun ada makanan yang berlebih itu sangat jarang terjadi.

Menu makanan yang disantap oleh Nabi Muhammad SAW di hari biasa sama persis seperti di bulan suci Ramadhan. Menu makanan keluarga Rosulullah SAW tidak pernah roti dalam dua hari berturut-turut dan tak pernah berkuah dalam tiga hari berturut-turut.

Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW tersebut diceritakan oleh Ummul Mukminin Aisyah-lah. Ia berkata:

"Keluarga Muhammad tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti gandum yang diberi idam (kuah-kuahan) dalam tiga hari sampai ia bertemu dengan Allah SWT (wafat)," (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain Aisyah berkata, "Keluarga Nabi Muhammad SAW tidak pernah kenyang karena makan roti gandum dalam dua hari, sampai beliau wafat," (HR. Bukhari dan Muslim).

Lebih lanjut, sejak Nabi Muhamad SAW hijrah ke Madinah hingga beliau wafat, beliau tidak pernah merasa kenyang. Puasa Ramadhan disyariatkan saat beliau berasa di Madinah.

Maksudnya adalah Nabi Muhammad SAW tidak pernah berbuka puasa dengan makanan yang membuat beliau kenyang. Jika menu berbuka saja tidak mengenyangkan, maka saat sahur dapat dikatakan menunya lebih kecil.

Hal itu pernah disampaikan oleh Nu'man bin Basyir radhiallahu'anhu. Beliau pernah berkata kepada para sahabat Nabi:

"Bukankah kalian bisa makan dan minum semau kalian? Sungguh aku melihat Nabi kalian tidak memiliki daql (kurma yang kondisinya buruk. Dan tidak ada makanan yang bisa memenuhi perutnya," (HR. Muslim).

Hal yang sama juga dikisahkan oleh Malik bin Dinar. Beliau berkata:

"Rosulullah SAW tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu," (HR. At Tirmidzi).


Sumber: 
https://food.detik.com/info-kuliner/d-5555998/cara-sederhana-nabi-muhammad-saw-saat-sahur-dan-berbuka-puasa

Kamis, 07 April 2022

 

"Manfaat dari Buka Puasa Bersama di Bulan Puasa Ramadan"

Ada budaya yang biasa dipraktikkan oleh umat Muslim di Indonesia selama bulan Ramadan, yaitu buka bersama atau biasa disebut buka puasa bersama.  Umumnya, bukber adalah tradisi mengundang kerabat, rekan kerja, atau kalangan lain untuk berbuka puasa bersama di tempat para tamu menyediakan hidangan buka puasa.  Tidak hanya itu, bukber juga bisa dilakukan bersama anggota keluarga. Hal ini karena waktu berbuka puasa adalah waktu yang sangat baik untuk mempererat hubungan antara orang tua dan anak-anak.  Terlepas dari perbedaan budaya dalam memandang bukber, ada baiknya  mencoba mempelajari berbagai hal baik yang ada di dalamnya. 

Manfaat Buka Puasa Bersama Berbuka puasa bersama adalah dengan mengajak orang lain, baik satu orang atau lebih, untuk berbuka dengan makanan yang disediakan oleh pengundang. Artinya, pengundang memberikan makanan kepada orang yang sedang berpuasa.  Dalam hal ini, banyak manfaat yang dijanjikan kepada pelakunya. Dia mendapat pahala karena menghidangkan makanan bagi orang yang sedang berpuasa untuk berbuka tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya orang yang berpuasa tersebut. Melansir dari Islam NU, pada Senin (4/4/2022), Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya menyampaikan satu hadis yang cukup panjang tentang hal ini. Sebagian kutipan hadis tersebut menuturkan:  

Dari Sa’id bin Musayab dari Salman ia berkata:  Rasulullah SAW berkhotbah kepada kami di hari terakhir bulan Sya’ban. Beliau bersabda, “... Barangsiapa yang memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa di bulan Ramadan, maka hal itu menjadi ampunan bagi dosa-dosanya dan pembebasan dirinya dari api neraka. Baginya pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala puasa orang yang diberi buka tersebut.” Orang-orang berkata, “Ya Rasulullah, tidak setiap kami dapat memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah bersabda, “Allah akan memberikan pahala yang demikian ini kepada orang memberi buka puasa kepada orang yang berpuasa meskipun hanya dengan susu encer, sepotong kurma, atau seteguk air. Dan barang siapa yang mengenyangkan orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya minum dari telagaku di mana setelahnya ia tak akan haus sampai masuk ke dalam surga...” (Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, Tafsir Ma’alimut Tanzil [Kairo: Darul Alamiyah, 2016], jil. 1, hal. 196 – 197).

Hadis di atas menunjukkan bahwa hanya dengan memberi seteguk air untuk berbuka puasa, maka pelakunya akan mendapat kebaikan yang begitu besar. Adapun, mengundang orang untuk berbuka bersama juga berarti mengundang orang untuk menjadi tamu di rumahnya. Itu artinya pengundang juga akan mendapatkan banyak kebaikan dari amalan menjamu tamu atau dliyafah. Syaikh Zainudin Al-Malibari dalam kitab Irsyadul Ibad mengutip beberapa hadis yang menuturkan tentang keutamaan menjamu tamu di antaranya:  Diriwayatkan oleh Imam Ad-Dailamai dari Anas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila seorang tamu mengunjungi suatu kaum maka ia masuk dengan membawa rezekinya dan bila keluar ia keluar dengan membawa dosa-dosa kaum itu.” 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari Hibban bin Abi Jandah, “Sesungguhnya sedekah yang paling cepat sampai ke langit adalah bila seseorang menyiapkan makanan yang baik lalu ia mengundang saudara-saudaranya untuk menikmatinya,” (Zainudin Al-Malibari, Irsyadul ‘Ibaad [Jakarta: Darul Kutul Al-Islamiyah, 2010], hal. 82). Adapun, mereka yang diundang untuk berbuka bersama mendapatkan kebaikan atas menerapkan ajaran untuk memenuhi undangan sebagai hak seorang muslim atas muslim lainnya. Tidak hanya itu, mereka yang diundang juga mendapat kebaikan atas menerapkan ajaran untuk menjaga dan mempererat silaturahmi.


Sumber Berita:

https://kabar24.bisnis.com/read/20220404/79/1518890/manfaat-dari-buka-puasa-bersama-di-bulan-puasa-ramadan.

Total Tayangan Halaman

BTemplates.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Popular Posts